Selasa, 18 Januari 2011

MENGINTIP CATATAN PENGEMBANGAN HAFALAN AL-QUR'AN SUL-SEL

AG. H. MUHAMMAD YAHYA
As'adiyah jadi tuan rumah workshop pengembangan hafalan al-Qur'an
Sengkang sebagai kota kecil di Sulawesi Selatan bertabur cahaya al-Qur'an itu semakin menampakkan cahayanya, oleh Badan Penelitian dan Pentashih al-Qur'an Pusat Jakarta bekerja sama dengan Badan Litbang Makasssar pada tanggal 15-17 Juni 2009, mengadakan workshop pertama kalinya di Indonesia, acara ini sempat dihadiri puluhan pembina-pembina penghafal al-Qur'an dari berbagai Pondok Pesantren di Sulawesi Selatan.
Di sela acara pembukaan, ketua Badan Litbang da Pentashih al-Qur'an Pusat Jakarta Drs. H. Muhammad shohib, M.A (pada waktu itu) yang ikut hadir dalam program penyaji materi, diberikan amanah oleh Menteri Agama untuk memberikan penghargaan kepada 2 orang pembina utama yang sempat hadir dalam acara pembukaan. beliau adalah AG. H. MUAHAMMAD YAHYA, sosok pembina yang menghampiri setengah abad dengan penuh keikhlasan dan ketawadh'uan dan Ustad H. SYAM AMIR, SQ. Hafidz al-Qur'an jempolan Tebung Ireng, Jombang yang menurut keterangan sudah bersambung sanad hafalannya dari baginda Nabi SAW.
bersama nara sumber, selama 3 hari dalam workshop ini nampak hangat suasana sharing, dan diskusi besar-besaran dari berbagai pembina-pembina Pondok Pesantren terkait dengan pengembangan penghafalan al-Qur'an. Berbagi ilmu mulai dari proses niat ketika akan memulai, tata cara menghafal, pengalaman menghafal, hingga membahas nasib dan konstribusi negara terhadap penghafal-penghafal al-Qur'an di Indonesia secara umum. Hingga sempat dari salah satu kelompok delegasi menyepakati bahwa penghafal al-Qur'an usia sekolan menengah atas diseterakan dengan Aliyah (Madrasah Aliyah Kejuruan Khusus al-Qur'an) yang tentunya dengan tambahan pelajaran terkait. Semoga saja hasil racikan dapur Badan Litbang dan Pentashih al-Qur'an benar membuat bibir basah para penghafal al-Qur'an tersebut tersenyum manis sebagai wujud kesyukuran atas realisasinya rencana tersebut.
Karena melihat As'adiyah yang notabene penghafal-penghafal al-Qur'annya sudah menjadi odyek tatapan dunia dan sudah dapat diperhitungkan disetiap evev-even lokal, nasional, dan internasional. Maka sudah sewajarnya kepercayaan sebagai tuan rumah dalam acara yang pertama kalinya diselenggarakan di Pondok Pesantren As'adiyah, Pondok Pesantren As'adiyah yang di pimpin oleh Anre Gurutta Prof. DR. H. M. Rafii Yunus Martan, M.A., pantas untuk menjadikan motivasi untuk lebih kreatif dalam mencemerlangkan al-Qur'an di bumi Lamaddukkelleng ini. tentunya oleh para warga As'adiyah secara umum untuk lebih dapat mempertahankan rona pancaran bacaan-bacaan al-Qur'an, bacaan yang di harapkan ada disetiap saat dan nyaring di setiap sudut-sudut kampung, daerah maupun perkotaan, dan tentunya tidak sekedar dibaca namun juga menjadi tuntunan dan implementasi nilai-nilai dalam kehidupan.
sumber: al-Mashalih buletin v.6 dan n.7; publikasikan; muh. yusufscoe..

Senin, 17 Januari 2011

KETIKA KITA HENDAK BERPIKIR

Di akhir tahun 1970-an, dilaksnakan konfrensi para intlektual Muslim sedunia di suatu negara barat Kolombia. pada saat itu dibahas suatu permasalahan, kenapa ummat Islam tidak bisa kembali membangun perdabannya? kenapa ummat islam belum bisa saat ini lebih maju? kenapa menjadi ummat yang tertekan? dan belum bisa membawa kemajuan seperti semasa Rasulullah SAW. jangankan Islam menjadi rahmat bagi alam semesta, tapi Islam sendiri tidak bisa menjadi rahmat bagi ummatnya hari ini?. Kenapa? beragam  jawaban yang dikemukakan, ada yang mengatakan karena ummat Islam tidak lagi mendirikan Khilafah Islamiyah, maka solusinya kita bangun khilafah islamiyah. Yang lain mengatakan karena ummat Islam tidak lagi menjalankan Qur'an dan Sunnah. Tapi dari semua jawaban hanya ada pada saat itu. Jawaban itu di ungkapakan oleh seorang cendikiawan muda bernama Osman Bakr. Ilmuan asal negeri jiran Malaysia ini mengatakan bahwa ummat Islam terpuruk karena satu hal, karena ummat Islam meninggalkan namanya Filsafat, ummat Islam tidak lagi kreatif berfikir.
Dahulu, di zamannya Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, dizamannya Al-Jabar bersinar, orang-orang Islam rajin melakukan diskusi-diskusi lepas, umat Islam kreatif dan kritis berpikir walhasil lahirlah ilmuan-ilmuan secerdas Ibnu Sina yang buku kedokterannya, Qanun Fi Al-Tibb dipakai di mana-mana termasuk di Eropa dan Afrika. Tapi, kenapa umat Islam bisa terbelakang?. Penulis sepakat dengan analsis Osman Bakr ummat Islam tidak lagi berpikir, ummat Islam telah meninggalkan Filsafat.
Terserah saudara menilai sepakat atau tidak, sejarah telah membuktikan kemajuan perdaban Islam karena satu hal, karena dimasa itu diskusi (berbagai intlektual) subur di kalangan ummat Islam. Tapi hari ini kita sibuk belajar karena hanya ingin mengecap manisnya menjadi pegawai negeri, hanya ingin menjadi kaya, hanya ingin menjadi perbaikan nasib kerja dan memperthankan posisi, hanya ingin dikenal atau hanya ingin memiliki kedudukan lebih tinggi bukan menjadi seorang pemikir, tidak untuk mengubah ummat Islam menjadi lebih baik  seperti yang diutarakan oleh Ali Syariati bahwa "Manusia yang tercerahkan adalah manusia yang manpu mengubah masyarakatnya menjadi lebih baik dan sejahtera".
Sekarang pertanyaannya adalah apakah ummat Islam sudah tercerahkan dan mengubah masyarakat menjadi lebih baik? ataukah hanya ingin memilih pendidikan untuk mendapatkan kekayaan, kedudukan yang ujung-ujungya hampa. Alangkah buruknya kita jika dua pusaka yang diwariskan Rasulullah SAW. yakni al-Qur'an dan sunnah kita tukar dengan kemewahan dunia. Namun hidup pun akan terasa sangat indah saat kita mampu menjadikan kekayaan dan kedudukan itu untuk mendapatkan cinta Allah dan Rasul-Nya dengan jalan berbagi dengan kaum Mustadhafin.
salam sukses
tulisan ditranskrip oleh Muh. Nurdin Zainal; publikasikan Muh. Nasir; memuat dalam blog yusufsbelawakoe.